Cari Blog Ini

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Asma Bronchiale dengan Derajat kekambuhan pada Pasien Dewasa

KTI SKRIPSI
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ASMA BRONCHIALE DENGAN DERAJAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN DEWASA

BAB  I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Asma merupakan suatu penyakit radang paru-paru kronis yang dapat  mengakibatkan merapatnya dan menyempitnya saluran udara sehingga penderita batuk-batuk dan sulit bernapas. Beberapa hal yang dapat memicu serangan asma adalah alergi, infeksi seperti infeksi flu atau infeksi sinus, merokok, polusi udara atau olahraga (Kopwich, Harold 5: 2005).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005, jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2005 menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen. Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga 10 tahun mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu penderita meninggal dunia karena asma. Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang un-derdiagnosed. Sebagian besar 80 persen kematian justru terjadi di negara-negara berkembang. Tingginya angka kematian akibat asma banyak terjadi karena kontrol asma yang buruk (http://www.republika.co.id.diakses.20 Juni ).
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%, tuberkulosis 3,0%, kanker, paru/ trachea / bronkus, 2,1%, dan asma 0,3%
(http://www.suara pembaruan.com, 2008, diakses 20 juni ).
 Kondisi serta kecenderungan makin meningkatnya masalah penyakit asma secara global, pada kongres asma sedunia di Barcelona tahun 1978 Global Initiative for Asthma (GINA) menetapkan tanggal 7 Mei sebagai Hari Asma Sedunia yang akan diperingati di 47 negara dengan tema Let every person breathe (Hak semua orang untuk bernafas).
Sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010 pada hakekatnya keluarga adalah penghasil kesehatan yang utama, sedangkan sarana pelayanan kesehatan merupakan sarana pendukung dalam pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi (http://kbi.gemari.or.id/berita detail.diakses 25 juni )
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang 64% diantaranya mempunyai gejala klasik ( Ress, John: 1998 ).
Hasil survei Dinas Kesehatan Jawa barat pada tahun 2007 penderita penyakit asma di Puskesmas provinsi Jawa Barat, umur 5-44 adalah 49.759 dengan persentase 0,51% dan di Rumah sakit provinsi Jawa Barat, umur 5-44 tahun adalah 23.680 dengan persentase 1.88 % (http://www.dinkes jabar.prov.go.id.diakse 20 Juni ).
Angka kejadian asma intermiten mencapai 25 %, angka kekambuhan pada pasien asma tercatat 40 % dan sisanya angka kematian akibat asma yaitu 35 % yang terjadi di Indonesia Peningkatan Kekambuhan penyakit asma dalam beberapa tahun terakhir meningkat, hasil survei di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar pada periode yang sama menunjukkan 3,7 persen-6,4 persen kekambuhan asma. Guna menekan angka kesakitan, ketidakmampuan, dan kematian akibat asma, perlu dilakukan pencegahan primer, yang dapat dilakukan dengan menghindari faktor resiko sejak bayi ada di dalam kandungan. Selain menghindari faktor resiko, pemberian pemahaman tentang faktor resiko dan pengobatan asma kepada penderita juga sangat penting untuk mengendalikan asma selain penyediaan dan pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau (http://www.jurnalnet.com/konten di akses 30 april ).
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan di Journal of Allergy and Clinical Immunology tahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Hal ini di sebabkan oleh Sering kambuh dan berulangnya keluhan asma (http://myhealing.wordpress.com/2008 diakses 30 April ).
Kurangnya pengetahuan pasien dan masyarakat tentang asma dan mengangap Asma merupakan  penyakit yang tidak bisa disembuhkan, bersifat kronik dan cenderung progresif. Juga tidak mengetahui cara atau tidak melaksanakan pencegahan dari serangan asma di rumah. Masyarakat umumnya mempunyai pengertian yang salah tentang pemakaian inhaler. Penderita asma memiliki rasa rendah diri dengan asma yang dideritanya. Dan belum terlihat adanya usaha yang baik dalam mengontrol merokok dan menghindari alergen.hal ini mengakibatkan kekambuhan pada pasien asma.
Faktor perilaku dan lingkungan hidup dimana kita berada menjadi sangat penting. Apabila setiap keluarga sudah berprilaku hidup sehat dan seluruh masyarakat berperan serta untuk menjaga kebersihan lingkungan, maka tingkat kekambuhan/serangan asma dapat ditekan. Hal ini diperberat karena  sejauh ini asma belum menjadi salah satu penyakit yang mendapat prioritas pemerintah untuk ditanggulangi. Faktor risiko terjadinya asma seperti berat badan lahir rendah, diit, pajanan, polusi udara dan sebagainya pemicu terjadinya asma sangat tinggi di Indonesia, sehingga masalah gangguan kronik saluran nafas sepatutnya diantisipasi dan ditangani secara menyeluruh (Sujudi, 2002).   
Di wilayah III terdapat beberapa tempat pelayanan khusus pasien dengan penyakit paru. Salah satunya adalah RS Paru merupakan salah satu institusi kesehatan yang memiliki tanggung jawab tidak hanya pada pemberian pelayanan, pengobatan tetapi memiliki tanggung jawab atas kesehatan masyarakat. Secara luas menunjang upaya peningkatan kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan Sistem pernapasan (Suprayitno, 2006: 3).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 23 April di RS Paru diperoleh data bahwa penyakit Asma Bronkhial menempati urutan ke 3 setelah TBP Negatif, TBP Positif di banding penyakit paru lainnya dan diperoleh angka kesakitan Asma Bronkhial periode bulan Januari-Maret adalah 252 Pasien.
 Di bawah ini tabel angka kesakitan pada pasien Asma Bronchial periode  Januari-Maret .
Tabel 1.1
Angka Kesakitan Asma
Bulan     Penderita Asma     Persentase
Januari    87    34,52  %
Februari    85    33.73  %
Maret    80    31.75  %
Jumlah     252    100  %
Sumber Medrek RS Paru Tahun .

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Dewasa Tentang Asma Bronchiale dengan Derajat Kekambuhan Asma Bronchiale di RS Paru

1.3    Tujuan
1.3.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Asma Bronchiale Dengan Derajat Kekambuhan Pada Pasien Dewasa di RS Paru .
1.3.2    Tujuan Khusus
1.3.2.1       Mengidentifikasi tingkat pengetahuan tentang asma bronchiale pada pasien dewasa.
1.3.2.2       Mengidentifikasi derajat kekambuhan asma  bronchiale pada pasien dewasa.
1.3.2.3       Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang asma bronchiale dengan derajat kekambuhan asma bronchiale pada pasien dewasa.

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1    Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peningkatan pemberian asuhan keperawatan pada pasien asma bronchiale.
1.4.2    Bagi Institusi
Sebagai gambaran bagi institusi mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan derajat kekambuhan asma bronchiale pada pasien dewasa dan memberikan wawasan keilmuan dan dapat di dijadikan masukan  dalam praktik keperawatan mengenai asma bronchiale.
1.4.3    Bagi IPTEK
Diharapkan dapat meningkatkan perkembangan ilmu keperawatan.
1.4.4    Bagi Penulis
Menerapkan ilmu yang telah didapat dan turut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
1.4.5    Bagi Pasien Asma
Mencegah kekambuhan, menurunkan angka kematian dan meningkatkan Quality of life  ( Kualitas kehidupan) agar pasien asma bronchiale dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

1.5       Ruang lingkup
1.5.1    Lingkup Keilmuan
Lingkup dalam keilmuan adalah ilmu keperawatan :
      Kebutuhan Dasar Manusia (KDM), KMB (Keperawatan Medikal Bedah), KDK (Konsep Dasar Keperawatan).
1.5.2    Lingkup Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa dengan penyakit asma  bronchiale di RS. Paru .
1.5.3    Lingkup Wilayah
Wilayah penelitian ini adalah Di RS Paru ,
1.5.4       Lingkup Waktu
         Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus  .
1.5.5.    Lingkup Masalah
Masalah yang di teliti adalah hubungan tingkat pengetahuan pasien dewasa tentang asma bronchiale dengan derajat kekambuhan asma bronchiale di RS Paru .
1.7    Definisi Konseptual
1.7.1    Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan penginderaan manusia atau hasil tahu sesorang terhadap objek melalui indera yang di milikinya (mata, hidung, telinga dan lain sebagainya) (Taufik M, 2007 : 114).
1.7.2    Kekambuhan Asma
Kekambuhan Asma adalah serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba yang merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta adrenergik, bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor adrenergik (misalnya adrenalin) menyebakan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan Tremor (gemetar) otot (id.wikipedia/ora/wiki/Asma/, diakses 30 april)

silahkan download KTI SKRIPSI
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ASMA BRONCHIALE DENGAN DERAJAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN DEWASA
KLIK DIBAWAH 

Cari Blog Ini