KTI SKRIPSI
GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM)
Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yaitu ingin mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 60 orang di Puskesmas dan 30 orang Puskesmas
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita BGM baik yang berada di Kecamatan maupun Kecamatan memperoleh pola asuh yang baik. Sebagian besar balita memiliki status gizi normal. Sebaiknya diberikan penyuluhan kepada ibu mengenai pola asuh agar dapat memperbaiki status gizi anak. Dan bagi ibu yang bekerja sebagai petani sebaiknya meluangkan waktu lebih banyak pada anak sehingga anak mendapatkan perhatian yang lebih dari ibu dan dapat meningkatkan status gizi balita.
Kata kunci : pola asuh, sosial ekonomi, status gizi balita
The type of the research was cross sectional aimed to know the pattern of the nursing and the families’ social economy of the URLB at the Primary Health Centre of and District. This research was conducted by using interviews with questionnaires. The sample was taken by simple random sampling with 60 respondents at the Primary Health Centre, and 30 respondents at the Primary Health Centre
The result of the research showed that the majority of the URLB in both places acquired good nursing patters. Most of them had the status of normal nutrition. It was recommended that their mothers should be given proper information about the nursing pattern in order that they could improve the nutritional status of the babies. It was also recommended that the mothers who worked as farmers should make more time available for their babies so that their babies got more attention and which inturn it could improve the nutritional status of the baby.
Keywords: nursing pattern, social-economic status, under five children nutritional status
BAB I
GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM)
ABSTRAK
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Berdasarkan survei pendahuluan, di Puskesmas ditemukan 144 balita (6,4%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dan di Puskesmas ditemukan 42 balita (5,78%). Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita bawah garis merah (BGM) di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten.Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yaitu ingin mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 60 orang di Puskesmas dan 30 orang Puskesmas
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita BGM baik yang berada di Kecamatan maupun Kecamatan memperoleh pola asuh yang baik. Sebagian besar balita memiliki status gizi normal. Sebaiknya diberikan penyuluhan kepada ibu mengenai pola asuh agar dapat memperbaiki status gizi anak. Dan bagi ibu yang bekerja sebagai petani sebaiknya meluangkan waktu lebih banyak pada anak sehingga anak mendapatkan perhatian yang lebih dari ibu dan dapat meningkatkan status gizi balita.
Kata kunci : pola asuh, sosial ekonomi, status gizi balita
ABSTRACT
Under Red Line Babies (URLB) were babies whose weights were under the red line; in this case, the red line of Growth Monitoring Card. Based on the preliminary survey, there were 144 babies (6.4 percent) under the red line at the Primary Health Centre, and 42 babies (5.78) under the red line at the Primary Health Centre, This research was aimed to know the description of the nursing pattern and the families’ social economy of the under red line babies at the Primary Health Centre, and at the Primary Health Centre, District.The type of the research was cross sectional aimed to know the pattern of the nursing and the families’ social economy of the URLB at the Primary Health Centre of and District. This research was conducted by using interviews with questionnaires. The sample was taken by simple random sampling with 60 respondents at the Primary Health Centre, and 30 respondents at the Primary Health Centre
The result of the research showed that the majority of the URLB in both places acquired good nursing patters. Most of them had the status of normal nutrition. It was recommended that their mothers should be given proper information about the nursing pattern in order that they could improve the nutritional status of the babies. It was also recommended that the mothers who worked as farmers should make more time available for their babies so that their babies got more attention and which inturn it could improve the nutritional status of the baby.
Keywords: nursing pattern, social-economic status, under five children nutritional status
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini (Soetjiningsih, 1995).
Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi disebabkan oleh, pertama, kondisi anak balita adalah periode transisi dari makan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi. Kedua, anak balita sering kali tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain seperti saudara, terlebih jika ibu mempunyai anak lain yang lebih kecil. Ketiga, anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dalam hal makanan sedangkan ia tidak diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya, akibatnya kebutuhan tidak dapat terpenuhi. Keempat, anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas dan mulai bermain di lantai yang keadaannya belum tentu memenuhi syarat kebersihan, sehingga anak balita sangat besar kemungkinan terkena kotoran dan dapat menyebabkan anak balita terkena penyakit akibat infeksi (Anonim, 2008).
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi kurang. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya kekurangan gizi, yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare (Astaqauliyah, 2006).
Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak buruk bagi perkembangan sumber daya bangsa Indonesia. Pengangguran mencapai 40 juta orang dan kemiskinan menimpa separuh jumlah penduduk (100 juta). Semua ini berdampak pada kekurangan pangan yang menurunkan kesehatan dan status gizi masyarakat. Sampai saat ini, Indonesia masih menggelar perang terhadap empat masalah gizi utama (Anonim, 2008).
Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi. Sebaliknya, masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2001).
Dari seluruh anak usia 4 -24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempat sekarang berada dalam kondisi kurang gizi. Hal ini disebabkan terutama oleh masalah ekonomi, karena sebagian besar penderita marasmus berasal dari keluarga kurang mampu. Makanan untuk anak harus mengandung kualitas dan kuantitas yang cukup, agar dapat menghasilkan kesehatan yang baik. Jika anak tidak mendapatkan makanan yang baik dapat mengakibatkan anak kurang gizi dan akan mudah terserang penyakit.
Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan balita. Pada KMS terdapat garis yang berwarna merah. Apabila balita tersebut berada di bawah garis merah menunujukkan bahwa anak tersebut memiliki masalah gizi dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Seorang balita yang berada di bawah garis merah (BGM) pada KMS belum tentu menderita gizi kurang ataupun gizi buruk. KMS tidak dapat dipakai untuk mengukur status gizi balita.
Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola asuh anak kurang, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan perhatian khusus dari keluarga, dapat mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun.
Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingkat berat dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Keadaan gizi atau status gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi seseorang. Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena penyakit infeksi, sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Anak yang sering terkena infeksi dan gizi kurang akan mengalami gangguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.
Menurut pengelompokkan prevalensi gizi kurang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada 2004 karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47 persen) termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk. Lebih kurang 3,6 juta anak (19,2 persen) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3 persen) (Soekirman, 2005).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004 kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun 2005 menurun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 orang di antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 orang di antaranya kasus gizi buruk) (Luthfi, 2008).
Puskesmas dan Puskesmas merupakan puskesmas yang terdapat di Kabupaten Kecamatan merupakan salah satu kecamatan yang lebih maju daripada Kecamatan Kecamatan merupakan pusat dari Kabupaten Sedangkan Kecamatan merupakan kecamatan yang terpencil dan sulit untuk menjangkaunya. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, di Puskesmas ditemukan 145 balita (6,5%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dari 2.236 balita yang ditimbang. Di antaranya terdapat 144 balita (6,4%) yang mengalami gizi kurang dan 1 balita (0,04%) yang mengalami gizi buruk. Di Puskesmas ditemukan 42 balita (5,78%) yang berada di bawah garis merah (BGM) dari 621 balita yang ditimbang. Di antaranya terdapat 15 balita (2,06%) yang mengalami gizi kurang dan tidak terdapat balita (0%) yang mengalami gizi buruk (Data Dinas Kesehatan Kab.)
Berdasarkan uraian di atas, hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian untuk mengetahui pola asuh dan status sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten
1 .3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran pola asuh balita saat balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas Kabupaten
2. Mengetahui gambaran sosial ekonomi keluarga balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas Kabupaten
3. Mengetahui status gizi balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas Kabupaten tahun
4. Mengetahui status kesehatan balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas Kabupaten tahun
5. Membandingkan pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM antara yang terdapat di Puskesmas dengan yang terdapat di Puskesmas di Kabupaten
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi kepada masyarakat setempat mengenai gambaran pola asuh dan sosial ekonomi keluarga balita BGM.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan untuk petugas kesehatan di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten sehingga dapat diketahui mengenai gambaran pola asuh dan sosial ekonomi balita BGM di Puskesmas dan Puskesmas di Kabupaten
silahkan download KTI SKRIPSI
GAMBARAN POLA ASUH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM)